MAKALAH PERILAKU TAAT, KOMPETENSI DALAM KEBAIKAN, DAN ETOS KERJA
Oleh
Amor Setiawan
SMA NEGERI 1 SAROLANGUN
TAHUN AJARAN 2017/2018
Unduh Link Download dalam bentuk Docx / Word
= > Download File <=
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taat secara bahasa artinya senantiasa tunduk dan patuh.
Secara istilah taat adalah tunduk dan patuh, baik terhadap perintah Allah Swt,
Rasul-Nya, maupun ulil amri (pemimpin). Taat kepada allah Swt berarti bahwa
setiap mukmin harus melaksanakan segala perintah-Nya sebagaimana yang terdapat
didalam Al qur~an dan menjauhi larangan-Nya Karena apapun yang
diperintahkan Allah Swt itu mengandung maslahat (kebaikan) dan apa yang
dilarang oleh-Nya mengandung mudarat (keburukan)..
Pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan
tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam
sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah
terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan
umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada
pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta
kemakmuran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Taat Pada
Aturan ?
2. Mengapa Kita Harus
Berkompetisi dalam Kebaikan?
3. Apa Itu Etos Kerja?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Taat Kepada Aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah,
dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau
perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada
tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin,
atau yang lainnya. Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di
lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada
aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan
ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu, wajib
hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.
Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh
Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan
yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya
lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara,
daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi,
dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan
tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam
sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah
terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan
umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada
pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta
kemakmuran.
Allah
Swt. berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)
Asbabu al-Nuzul atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn
Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika
Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang
tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat
oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah.
Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati
perintah Allah Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang
pengertian ulil amri, di bawah ini ada beberapa pendapat.
1. Abu Jafar Muhammad
Arti ulil amri adalah umara, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka
yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain bin
Jarir at-Thabari berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang
dimaksud dengan ulil amri.
2. Al-Mawardi
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil
amri", yaitu: (1) umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin
masalah keduniaan), (2) ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw.,
(4) dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar.
3. Ahmad Mustafa
al-Maraghi
Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama,
pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya.
Lebih lanjut Rasulullah saw. menegaskan dalam hadis yang
Artinya:
“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim)
“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim)
Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan
rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya
memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak
kepada kemungkaran, wajib hokum nya
untuk menolak.
Perilaku mulia ketaatan yang perlu dilestarikan
adalah:
1. Selalu menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya,
serta meninggalkan larangan-Nya, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.
2. Merasa menyesal dan takut apabila melakukan perilaku
yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.
3. Menaati dan menjujung tinggi aturan-aturan yang telah
disepakati, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
4. Menaati pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan
tuntutan dan syariat agama.
5. Menolak dengan cara yang baik apabila pemimpin
mengajak kepada kemaksiatan.
B. Kompetesi
Dalam Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu
yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku
manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempuranan manusia. Kebaikan
disebut nilai(value), apabila kebaikan itu
bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya
untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul
dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah
jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir
untuk arah hidupnya.
Tujuan harus ada, supaya
manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia akan hidup secara
serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya.Akan
tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan
selaras dengan derajat manusia.
Allah Swt. telah memberikan
pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam
kebaikan sebagaimana firman-Nya Yang Artinya:
“Dan Kami telah menurunkan Kitab Al-Qur’an
kepadamu Muhammad dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab
yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap
umat di antara kamu, Kami memberikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S.
Al-Maidah/5: 48)
Pada Q.S. Al-Maidah/5: 48 Allah
Swt. Menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan aturan atau syariat. Syariat
setiap kaum berbeda beda sesuai dengan keadaan waktu dan keadaan hidupnya.
Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting adalah semuanya beribadah dalam
rangka mencari rida Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.
Akhir ayat ini juga mengatakan,
perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam
penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa.
Ayat ini juga mendorong
pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, bukan malah
menjadi ajang perdebatan. Setiap orang harus berlomba
lomba dalam kebaikan, seperti berprestasi baik dalam bidang orahraga, seni,
ilmu pengetahuan.
Alasan mengapa kita
diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan adalah:
1. Bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda,
melaikan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas,
begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.
2. Bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan
saling tolong-menolong, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama.
3. Bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan.
C. Etos Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, etos adalah pandangan hidup yangg khas dari suatu golongan
sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang
diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja Muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim
bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu
manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.
Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna,
yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high
performance).
Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang
melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk
memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu
manifestasi dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan
sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera
kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya,
menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian
sebagaimana firman Allah, “Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku”, (QS. adz-Dzaariyat : 56).
Bekerja adalah fitrah dan
merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim,
tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT.
Apabila bekerja itu adalah
fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan
tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam
bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, dan
menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia.
Setiap muslim selayaknya
tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga gengsi agar tidak
dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja secara produktif serta
dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang
khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak ada alasan bagi
seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi manusii yang
kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak memberikan makna,
apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya merupakan tindakan
yang tercela. Seorang
muslim yang
memiliki etos
kerja adalah
mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang
merupakan bagian amanah dari Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu
harus didasarkan kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku
tahu), dimensi hakikat (aku berharap), dan dimensisyariat (aku berbuat).
Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja keras karena
banyak hikmah dan manfaatnya, baik bagi orang yang bekera keras maupun terhadap
lingkungannya. Di
antara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut:
·
Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat,
pengetahuan, maupun keterampilan.
·
Membentuk
pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin.
·
Mengangkat
harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
·
Meningkatkan
taraf hidup orang banyak serta meningkatkan kesejahteraan.
·
Kebutuhan
hidup diri dan keluarga terpenuhi.
·
Mampu
hidup layak.
·
Sukses
meraih cita-cita
·
Mendapat
pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian dari
ibadah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau
perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang
lainnya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi
ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh
karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.
Alasan mengapa kita diperintahkan untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan adalah:
1. Bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda,
melaikan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas,
begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.
2. Bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan
saling tolong-menolong, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama.
3. Bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan
kesungguhan.
Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Etos Kerja merupakan
totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan
memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan
meraih amal yang optimal (high performance).
0 Comments